Jenis-jenis pertambangan mineral dan batubara ini dikuasai oleh Negara
sebagai perwujudan Pasal 33 UUD 1945. Dalam perkembangannya setelah
adanya tuntutan otonomi daerah, kewenangan pertambangan diserahkan
kepada daerah sesuai dengan batasan wilayah kewenangannya.
Wilayah pertambangan yang dikelola dan merupakan wewenang Pemerintah
pada wilayah pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi dan
di luar 12 mil laut; kewenangan provinsi pada wilayah pertambangan yang
berada pada lintas kabupaten/kota dan berada pada wilayah 12 mil laut,
sedangkan kabupaten/kota pada wilayah pertambangan dalam wilayahnya.
Dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara harus memperoleh
izin usaha pengelolaan yang dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur maupun
Bupati/Walikota sesuai wilayah kewenangannya. Izin usaha pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara antara lain:
a. Izin Usaha Pengelolaan (IUP) yang terdiri dari IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
b. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
c. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
IUP ini dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi maupun orang perorangan.
Wilayah pertambangan di Indonesia seringkali menimbulkan berbagai
permasalahan yuridis dalam kaitan lokasi yang berkaitan pula dengan hak
petuanan masyarakat hukum adat. Tak jarang berbagai pengelolaan sumber
daya alam sering menimbulkan konflik dengan masyarakat hukum adat.
Apabila didekatkan pada aspek konstitusional, UUD 1945 telah memberikan
penegasan makna “dikuasai oleh negara” bukan merupakan milik negara
namun penguasaan untuk kepentingan rakyat terutama yang berada di
lokasi pertambangan. Termasuk di dalamnya adalah kepentingan masyarakat
hukum adat yang secara langsung telah mendiami wilayah petuanan
berdasarkan hak asal usulnya. Rumusan hak asal usul masyarakat hukum ada
ini diatur secara jelas dalam Pasal 18 B ayat (2) yang menyebutkan
bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Olehnya itu berbagai kepentingan dalam kegiatan pertambangan harus pula
memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat yang sejak kemerdekaan
telah memiliki hak kepemilikan terhadap lahan yang dikelola sebagai
wilayah pertambangan. Negara melalui Pemerintah memiliki kewajiban hukum
untuk menghormati hak-hak yang dimiliki masyarakat hukum adat yang
didasarkan pada hak-hak asal usul.
Selasa, 15 Januari 2013
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN
Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dikategorikan
sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan, maka pengelolaannya harus
dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat
sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Pengaturan pertambangan di Indonesia saat ini diatur dalam 3 (tiga) jenis, antara lain Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pertambangan Panas Bumi dan Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketiga jenis pertambangan ini diatur pula dengan undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pertambangan emas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, Pertambangan Mineral dan Batubara dibagi dalam 5 (lima) kategori, antara lain:
a. mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya;
b. mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, stronium, germanium, dan zenotin;
c. mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;
d. batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan; dan
e. batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gambut.
Pengaturan pertambangan di Indonesia saat ini diatur dalam 3 (tiga) jenis, antara lain Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pertambangan Panas Bumi dan Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketiga jenis pertambangan ini diatur pula dengan undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pertambangan emas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, Pertambangan Mineral dan Batubara dibagi dalam 5 (lima) kategori, antara lain:
a. mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya;
b. mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, stronium, germanium, dan zenotin;
c. mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;
d. batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan; dan
e. batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gambut.
Senin, 14 Januari 2013
Aturan bagi Penambang
Pengaturan mengenai pertambangan di Indonesia
memiliki dasar konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pengaturan berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah menimbulkan konsep penguasaan oleh negara. Dalam hal ini, rumusan kata ”dikuasai oleh negara” tentunya memiliki makna yuridis konstitusional dalam penyelenggaraan negara. Yang dimaksud dengan ”dikuasai oleh negara” sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menunjukkan kepada makna kekuasaan hukum (rechtsmacht) dalam bidang hukum publik. Kekuasaan hukum terkait dengan wewenang dalam bidang hukum publik terutama dalam bidang hukum administrasi pemerintahan. Kekuasaan hukum menunjuk kepada wewenang Pemerintah Pusat dan diatur dalam norma pemerintahan.tapi bukan berarti masyarakat boleh seenaknya mengambil kandungan yg ada dialam tanpa mempertimbangkan azas pelestariannya.( foto Penambang Liar di Gunung Pulosari Kab Pandeglang.koleksi anggota KDN Tita DZ)
Pengaturan berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah menimbulkan konsep penguasaan oleh negara. Dalam hal ini, rumusan kata ”dikuasai oleh negara” tentunya memiliki makna yuridis konstitusional dalam penyelenggaraan negara. Yang dimaksud dengan ”dikuasai oleh negara” sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menunjukkan kepada makna kekuasaan hukum (rechtsmacht) dalam bidang hukum publik. Kekuasaan hukum terkait dengan wewenang dalam bidang hukum publik terutama dalam bidang hukum administrasi pemerintahan. Kekuasaan hukum menunjuk kepada wewenang Pemerintah Pusat dan diatur dalam norma pemerintahan.tapi bukan berarti masyarakat boleh seenaknya mengambil kandungan yg ada dialam tanpa mempertimbangkan azas pelestariannya.( foto Penambang Liar di Gunung Pulosari Kab Pandeglang.koleksi anggota KDN Tita DZ)
Langganan:
Postingan (Atom)